Kisah Cinta Sangat Menyentuh

Posted by Unknown On Kamis, 25 Februari 2016 0 komentar

Kisah ini dikutip dari Blog sebelah. Barang kali di antara antum maunpun
anti sudah pernah membaca maupun
mendengar
kisah ini,karena saya
lihat di search
engine juga
banyak artikel yang
sama,
namun demikian
tidak ada salahnya di
posting ulang agar
yang belum tau
ceritanya juga dapat
mengambil hikmah dari
kisah ini..
WAJIB BACA
(KISAH NYATA SANGAT
MENYENTUH ),
Sebuah Renungan
Semoga Bermanfaat
terlampir kisah nyata yang bagus
sekali untuk contoh kita semua Semoga
kita dapat mengambil pelajaran.
Ini cerita Nyata, beliau adalah Bp.
Eko Pratomo Suyatno, Direktur
Fortis Asset Management yg
sangat terkenal di kalangan Pasar
Modal dan Investment, beliau
juga sangat sukses dlm
memajukan industri Reksadana di
Indonesia.
Apa yg diutarakan beliau adalah
Sangat Benar sekali.Silahkan baca
dan dihayati.
Sebuah perenungan, Buat para
suami baca ya…….. istri & calon
istri juga boleh…
Dilihat dari usianya beliau sudah
tidak muda lagi, usia yg sudah
senja bahkan sudah mendekati
malam, Pak Suyatno 58 tahun
kesehariannya diisi dengan
merawat istrinya yang sakit
istrinya juga sudah tua. Mereka
menikah sudah lebih 32 tahun.
Mereka dikarunia 4 orang anak.
Disinilah awal cobaan menerpa,
setelah istrinya melahirkan anak
keempat tiba2 kakinya lumpuh
dan tidak bisa digerakkan. Itu
terjadi selama 2 tahun. Menginjak
tahun ke tiga, seluruh tubuhnya
menjadi lemah bahkan terasa
tidak bertulang, lidahnyapun
sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari pak suyatno
memandikan, membersihkan
kotoran, menyuapi, dan
mengangkat istrinya keatas
tempat tidur. Sebelum berangkat
kerja, dia letakkan istrinya
didepan TV supaya istrinya tidak
merasa kesepian. Walau istrinya
tidak dapat bicara tapi dia selalu
melihat istrinya tersenyum.
Untunglah tempat usaha pak
suyatno tidak begitu jauh dari
rumahnya sehingga siang hari dia
pulang untuk menyuapi istrinya
makan siang. Sorenya dia pulang
memandikan istrinya, mengganti
pakaian dan selepas waktu
maghrib dia temani istrinya
nonton televisi sambil
menceritakan apa2 saja yg dia
alami seharian. Walaupun istrinya
hanya bisa memandang tapi tidak
bisa menanggapi, Pak Suyatno
sudah cukup senang, bahkan dia
selalu menggoda istrinya setiap
berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan Pak
Suyatno lebih kurang 25 tahun,
dengan sabar dia merawat istrinya
bahkan sambil membesarkan ke 4
buah hati mereka, sekarang anak2
mereka sudah dewasa,tinggal si
bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari…ke empat anak
suyatno berkumpul dirumah
orang tua mereka sambil
menjenguk ibunya. Karena setelah
anak mereka menikah, sudah
tinggal dengan keluarga masing2
dan Pak Suyatno memutuskan ibu
mereka dia yg merawat, yang dia
inginkan hanya satu semua
anaknya berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati-hati
anak yg sulung berkata,”Pak kami
ingin sekali merawat ibu,
semenjak kami kecil melihat
bapak merawat ibu, tidak ada
sedikitpun keluhan keluar dari
bibir bapak……. . bahkan bapak
tidak ijinkan kami menjaga ibu”.
Dengan air mata berlinang anak
itu melanjutkan kata2, “sudah yg
keempat kalinya kami mengijinkan
bapak menikah lagi, kami rasa
ibupun akan mengijinkannya,
kapan bapak menikmati masa tua
bapak, dengan berkorban seperti
ini kami suda tidak tega melihat
bapak. Kami janji kami akan
merawat ibu sebaik-baik secara
bergantian”.
Pak Suyatno menjawab hal yg
sama sekali tidak diduga
anak2nya.”Anak2ku …………
Jikalau pernikahan & hidup
didunia ini hanya untuk nafsu,
mungkin bapak akan menikah……
tapi ketahuilah dengan adanya ibu
kalian disampingku itu sudah
lebih dari cukup,dia telah
melahirkan kalian.. Sejenak
kerongkongannya tersekat,…
kalian yg selalu kurindukan hadir
didunia ini dengan penuh cinta yg
tidak satupun dapat dihargai
dengan apapun. Coba kalian tanya
ibumu apakah dia menginginkan
keadaannya seperti ini?? Kalian
menginginkan bapak bahagia,
apakah bathin bapak bisa bahagia
meninggalkan ibumu dengan
keadaanya sekarang, kalian
menginginkan bapak yg masih
diberi Tuhan kesehatan dirawat
oleh orang lain? Bagaimana
dengan ibumu yg masih sakit..”
Sejenak meledaklah tangis anak2
pak suyatno. Merekapun melihat
butiran2 kecil jatuh dipelupuk
mata ibu Suyatno….dengan pilu
ditatapnya mata suami yg sangat
dicintainya itu.. Sampailah
akhirnya Pak Suyatno diundang
oleh salah satu stasiun TV swasta
untuk menjadi nara sumber dan
merekapun mengajukan
pertanyaan kepada Suyatno,
kenapa mampu bertahan selama
25 tahun merawat Istrinya yg
sudah tidak bisa apa2.. Disaat
itulah meledak tangis beliau
dengan tamu yg hadir di studio,
kebanyakan kaum perempuanpun
tidak sanggup menahan haru.
Disitulah Pak Suyatno
bercerita..”Jika manusia didunia
ini mengagungkan sebuah cinta
dalam pernikahannya, tetapi tidak
mau memberi (memberi waktu,
tenaga, pikiran, perhatian) itu
adalah kesia-siaan. Saya memilih
istri saya menjadi pendamping
hidup saya, dan sewaktu dia sehat
diapun dengan sabar merawat
saya, mencintai saya dengan hati
dan bathinnya bukan dengan
mata,dan dia memberi saya 4
orang anak yg lucu2..Sekarang dia
sakit karena berkorban untuk
cinta kita bersama… dan itu
merupakan ujian bagi saya,
apakah saya dapat memegang
komitmen untuk mencintainya
apa adanya. Sehatpun belum tentu
saya mencari penggantinya
apalagi dia sakit,,,”

Renungan Malam

Posted by Unknown On 0 komentar


●Aku melihat hidup orang lain begitu nikmat, Ternyata ia hanya menutupi kekurangannya tanpa berkeluh kesah..
●Aku melihat hidup teman2ku tak ada duka dan kepedihan, Ternyata ia hanya pandai menutupi dengan mensyukuri..
●Aku melihat hidup saudaraku tenang tanpa ujian, Ternyata ia begitu menikmati badai ujian dlm kehidupannya..
●Aku melihat hidup sahabatku begitu sempurna, Ternyata ia hanya berbahagia "menjadi apa adanya"..
●Aku melihat hidup tetanggaku beruntung, Ternyata ia selalu tunduk pada Allah untuk bergantung..
●Maka aku merasa tidak perlu iri hati dengan rejeki orang lain..
Mungkin aku tak tahu dimana rejekiku.. Tapi rejekiku tahu dimana diriku..
●Dari lautan biru, bumi dan gunung, Allah telah memerintahkannya menuju kepadaku...
●Allah yang Maha pengasih menjamin rejekiku, sejak 9 bulan 10 hari aku dalam kandungan ibuku..
●Amatlah keliru bila berkeyakinan rejeki dimaknai dari hasil bekerja.. Karena bekerja adalah ibadah, sedang rejeki itu urusan-Nya..
●Melalaikan kebenaran demi menghawatirkan apa yang dijamin-Nya, adalah kekeliruan berganda..
●Manusia membanting tulang, demi angka simpanan gaji, yang mungkin esok akan ditinggal mati..
●Mereka lupa bahwa hakekat rejeki bukan apa yang tertulis dalam angka, tapi apa yang telah dinikmatinya..
●Rejeki tak selalu terletak pada pekerjaan kita, sang Pencipta menaruh berkat sekehendak-Nya..
Ikhtiar itu perbuatan..
Rejeki itu kejutan..
●Dan yang tidak boleh dilupakan, tiap hakekat rejeki akan ditanya kelak..
"Darimana dan digunakan untuk apa" Karena rejeki hanyalah "Hak Pakai", bukan "Hak Milik"... Jangan lupa menjadi Berkah bagi orang lain .

3 Cara Sedekah Tanpa Uang

Posted by Unknown On Rabu, 20 Mei 2015 0 komentar

Seringkali kita terjebak menilai kebaikan dengan ukuran nilai materi. Apalagi tolak ukurnya kalau bukan uang. Seolah-olah segala kebaikan hanya diukur dari besaran nilai uang yang kita gunakan. Pemikiran seperti itu kerap menyesatkan karena kemudian kita berpikir hanya dengan uang baru bisa berbuat kebaikan. Tak jarang ungkapan bahwa untuk bisa berbuat baik, perlu untuk menjadi kaya, karena kaya identik dengan banyak uang, dan banyak uang bisa digunakan untuk berbuat kebaikan. Salah satu bentuk kebaikan itu adalah bersedekah.
Tak ada yang salah dengan menjadi kaya. Tapi tentunya dengan cara yang benar, halal, dan berkah. Bukan dengan jalan merugikan orang lain, apalagi negara. Hiii.., naudzubillah. Sesuatu yang diperoleh dengan cara bathil, tidak akan menjadi bernilai amal sholih walau pun nilainya mungkin sebesar gunung emas. Dan sebaliknya, sekecil apa pun yang kita lakukan dan berikan kalau berasal dari sumber yang jelas, halal, dan baik, tentunya akan dicatat sebagai bentuk amal sholih di hadapanNya. Nah, kalau kekayaan itu diperoleh dengan cara yang baik, halal, dan berkah, maka selain berzakat sebagai salah satu hal wajib untuk kaum muslim, maka amal sholih lainnya yang sering dilakuan adalah bersedekah.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang Allah (masih) uji dengan kesempitan hidup, rejeki yang pas-pasan hanya untuk mencukupi kebutuhan keluarga, bahkan kurang? Tidak adakah celah untuk bersedekah sebagai salah satu cara untuk juga mengundang lancarnya rejeki? Jangan kecil hati dulu. Sedekah tak selalu harus dengan uang. Rasulullah sendiri pernah mengatakan bahwa senyum pun bisa bernilai sedekah. Dengan demikian, sedekah tak harus identik dengan besaran nilai uang yang kita berikan.
Ada 3 hal yang bisa kita lakukan sebagai bentuk amal sholih sedekah tanpa uang bagi mereka yang memang hidupnya tidak berkelimpahan uang. Ketiga hal tersebut adalah :
1. Sedekah Benda
Bersedekah tanpa uang bisa kita lakukan dengan memberikan benda yang masih bagus dan layak bagi orang lain. Lebih baik lagi bila kita memberikan benda yang paling kita sayangi dan sukai. Jadi memberikan sedekah dalam bentuk benda, bukan hanya semata-mata kita memberikan benda yang sudah tidak kita butuhkan. Lebih terutama bila kita mampu memberikan benda-benda milik kita yang dibutuhkan oleh orang lain , walau kita sendiri masih menggunakannya.
Contoh seperti ini misalnya, memberikan makanan buat fakir miskin dengan makanan terbaik yang kita miliki (bukan sisa, apalagi basi), buku-buku, pakaian, koran bekas, dan sebagainya.
2. Sedekah Tenaga/Jasa
Memberikan bantuan tenaga dan keahlian kita juga bisa dimasukkan dalam sedekah. Tentunya iklash dan gratis. Misalnya, mengajar gratis untuk kaum duafa, memberikan les bahasa Inggris untuk anak yatim, menjadi tenaga sukarela untuk korban bencana alam, penderita sakit yang memerlukan dukungan moril, atau menjadi pendonor darah.
Banyak lagi contoh sedekah yang hanya membutuhkan tenaga dan keahlian kita untuk disumbangsihkan pada mereka yang memerlukan.
3. Sedekah senyum
Senyum yang iklash dan datangnya dari hati, akan terpancar lewat mata dan sampai ke hati. Ini yang paling mudah dan sederhana, tapi ternyata tidak semua orang mampu melakukannya. Padahal, bila dilakukan dengan keiklahsan, bayangkan, betapa mudahnya kita melakukan sedekah ini setiap harinya.
Itulah 3 bentuk sedekah yang bisa dilakukan tanpa uang. Yang diperlukan adalah niat untuk berbagi tanpa pamrih, dan iklash, dan tentunya hanya berharap ridha dariNya.
JADI APA KITA HARUS MENCARI ALASAN UNTUK TIDAK BERSEDEKAH????


Penalaran

Posted by Unknown On Selasa, 19 Mei 2015 0 komentar

Ada cerita mengenai seorang pengusaha yang terbangun di sebuah rumah sakit dan istrinya yang setia sedang mendampinginya menjalani perawatan. 
Pria ini berkata pada Istrinya, "Kamu tahu waktu pertama kali kita menikah usaha kita bangkrut dan Engkau ada di sisiku, setelah itu di tahun kedua pernikahan kita harta benda yang telah aku kumpul buat masa depan keluarga kita lenyap dicuri orang namun Kamu masih tetap setia menemaniku. Selanjutnya lagi saat rumah yang telah kita cicil mengalami kebakaran Engkau pun di sisiku juga. Melalui semua itu Kamu selalu di sisiku". 
Istrinya menjawab, "Ya aku akan selamanya setia berada di sisimu suamiku dalam keadaan apapun". 
Pengusaha ini berkata, "Sekarang aku terbaring lemah di rumah sakit, Kamu tetap ada di sisiku". 
Ia menjawab, "Pasti, aku selalu bersedia ada di sisimu". 
Kemudian pengusaha ini berkata lagi, "Makanya sekarang aku mulai berpikir bahwa kehadiranmulah yang menjadi pembawa semua kesialan ini".

Bagaimana menurut anda?

Ada seorang Pemuda yang lama sekolah di luar negeri, kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah, ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang guru agama, Kyai atau siapa saja yang bisa menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya orang tua Pemuda itupun mencarikan orang yang dimaksud tersebut, seorang Kyai.
Pemuda : Anda siapa ? dan apakah Anda bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya ?
Kyai : Saya Hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan Anda.
Pemuda : Anda yakin ? Sedangkan Profesor dan banyak orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.
Kyai : Saya akan mencoba menjawab pertanyaan sejauh kemampuan saya.
Pemuda : Saya ada 3 pertanyaan :
Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya.
Apakah itu yang dinamakan takdir.
Kalau syaithan diciptakan dari api, kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syaitan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu ?
Tiba - tiba Kyai tersebut menampar pipi Pemuda tadi dengan keras.
Pemuda : (sambil menahan sakit) Kenapa anda marah kepada saya ?
Kyai : Saya tidak marah ... Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.
Pemuda : Saya sungguh - sungguh tidak mengerti.
Kyai : Bagaimana rasanya tamparan saya ?
Pemuda : Tentu saja saya merasakan sakit.
Kyai : Jadi Anda percaya bahwa sakit itu ada ?
Pemuda : Ya !
Kyai : Tunjukkan pada saya wujud sakit itu !
Pemuda : Saya tidak bisa.
Kyai : Itulah jawaban pertanyaan pertama ... kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.
Kyai : Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya ?
Pemuda : Tidak.
Kyai : Apakah pernah terfikir oleh Anda akan menerima tamparan dari saya hari ini ?
Pemuda : Tidak.
Kyai : Itulah yang dinamakan dengan takdir.
Kyai : Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda ?
Pemuda : Kulit.
Kyai : Terbuat dari apa pipi anda ?
Pemuda : Kulit.
Kyai : Bagaimana rasanya tamparan saya ?
Pemuda : Sakit.
Kyai : Walaupun syaithan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki, maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syaithan. Dan itu adalah jawaban untuk pertanyaan terakhir.

Membandingkan Kebahagiaan

Posted by Unknown On Sabtu, 25 April 2015 0 komentar


Saat itu, Ada seorang Petani dengan Istrinya yang sedang bergandengan tangan menyusuri pinggir jalan sepulang dari sawah sambil diguyur oleh air hujan.
Tiba - tiba, lewatlah sebuah motor di depan mereka. Berkatalah Sang Petani itu kepada Istrinya, "Lihatlah Bu, betapa bahagianya suami-istri yang sedang naik motor itu, meskipun mereka juga kehujanan, tapi mereka bisa cepat sampai di rumah, tidak seperti nasib kita yang harus lelah berjalan untuk sampai ke rumah.”
Sementara itu, si Pengendara sepeda motor dengan Istrinya yang sedang berboncengan di bawah derasnya air hujan, melihat sebuah mobil pick-up lewat di depan mereka.
Pengendara motor itu bergumam pada Istrinya, ”Lihatlah Bu, betapa bahagianya orang yang naik mobil itu. Mereka tidak perlu kehujanan seperti kita.”
Namun, di dalam sebuah mobil pick-up yang dikendarai oleh sepasang suami-istri tersebut, telah terjadi perbincangan, saat sebuah mobil sedan Mercy berpapasan dan lewat di hadapan mereka, ”Lihatlah Bu, betapa bahagianya orang yang naik mobil bagus itu. Mobil itu pastinya nyaman untuk dikendarai, tidak seperti mobil kita yang sering mogok terus.”
Akan tetapi, Pengendara mobil Mercy itu seorang pria yang kaya raya, dan ketika dia melajukan mobilnya dengan kencang, dia melihat sepasang suami-istri yang sedang berjalan bergandengan tangan di bawah guyuran air hujan, saat itu juga Pria kaya itu menggerutu dalam hatinya, ”Betapa bahagianya sepasang suami-istri itu. Mereka dengan mesranya berjalan bergandengan tangan sambil menyusuri indahnya jalan di pedesaan ini. Sementara saya dan Istri saya, tidak pernah punya waktu untuk berduaan karena kesibukan kami masing-masing.”
Refleksi Hikmah :
”Kebahagiaan tak akan pernah kau miliki, jika kau hanya melihat kebahagiaan milik orang lain dan selalu membandingkan hidupmu dengan hidup orang lain.”
So, tetaplah bersyukur atas apa yang kamu miliki dalam hidupmu sekarang, supaya kau tahu di mana letak bulu ketiak (kebahagiaan) mu itu berada.
Kebahagiaan itu selalu bersama kita dimanapun kita berada, hanya sayang kita sering tak menyadarinya...

Kisah Kakek dan Buah Pepaya

Posted by Unknown On Selasa, 21 Januari 2014 0 komentar



Cerita ini tentang seorang kakek yang sederhana, hidup sebagai orang kampung yang bersahaja. Suatu sore, ia mendapati pohon pepaya di depan rumahnya telah berbuah. Walaupun hanya dua buah namun telah menguning dan siap dipanen. Ia berencana memetik buah itu di keesokan hari. Namun, tatkala pagi tiba, ia mendapati satu buah pepayanya hilang dicuri orang.
Kakek itu begitu bersedih, hingga istrinya merasa heran. “masak hanya karena sebuah pepaya saja engkau demikian murung” ujar sang istri. “bukan itu yang aku sedihkan” jawab sang kakek, “aku kepikiran, betapa sulitnya orang itu mengambil pepaya kita. Ia harus sembunyi-sembunyi di tengah malam agar tidak ketahuan orang. Belum lagi mesti memanjatnya dengan susah payah untuk bisa memetiknya..” “dari itu Bune” lanjut sang kakek, “saya akan pinjam tangga dan saya taruh di bawah pohon pepaya kita, mudah-mudahan ia datang kembali malam ini dan tidak akan kesulitan lagi mengambil yang satunya”.
Namun saat pagi kembali hadir, ia mendapati pepaya yang tinggal sebuah itu tetap ada beserta tangganya tanpa bergeser sedikitpun. Ia mencoba bersabar, dan berharap pencuri itu akan muncul lagi di malam ini. Namun di pagi berikutnya, tetap saja buah pepaya itu masih di tempatnya.
Di sore harinya, sang kakek kedatangan seorang tamu yang menenteng duah buah pepaya besar di tangannya. Ia belum pernah mengenal si tamu tersebut. Singkat cerita, setelah berbincang lama, saat hendak pamitan tamu itu dengan amat menyesal mengaku bahwa ialah yang telah mencuri pepayanya.
“Sebenarnya” kata sang tamu, “di malam berikutnya saya ingin mencuri buah pepaya yang tersisa. Namun saat saya menemukan ada tangga di sana, saya tersadarkan dan sejak itu saya bertekad untuk tidak mencuri lagi. Untuk itu, saya kembalikan pepaya Anda dan untuk menebus kesalahan saya, saya hadiahkan pepaya yang baru saya beli di pasar untuk Anda”.

Hikmah yang bisa diambil dari kisah inspirasi diatas, adalah tentang keikhlasan, kesabaran, kebajikan dan cara pandang positif terhadap kehidupan.

Mampukah kita tetap bersikap positif saat kita kehilangan sesuatu yang kita cintai dengan ikhlas mencari sisi baiknya serta melupakan sakitnya suatu “musibah”?

"Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta."
Kisah inspirasi diatas dikutip dari khutbah yang ditulis oleh ustadz Saiful Amien